"suro diro jayaningrat lebur dening pangastuti"
Sebelum kita masuk lebih jauh tentang arti dan makna ungkapan Bahasa Jawa di atas, maka sebaiknya kita kaji satu per satu dari kata inti yang ada di dalam kalimat ungkapan tersebut.
- Suro
Apabila diartikan sebagai kata benda adalah sebutan ikan hiu dalam Bahasa Jawa,
hal ini bisa kita lihat dari lambang kota Surabaya yang berupa ikan hiu
dan buaya (sura adalah ikan hiu dan baya adalah buaya). Akan tetapi
kata suro sebagai kata sifat juga dapat diartikan sebagai keberanian,
kebuasan ataupun kesombongan
- Diro
- Jayaningrat
Sebenarnya kata jayaningrat terdiri dari dua buah kata yang disatukan karena arti kata yang saling mendukung. Jaya dapat diartikan sebagai kejayaan, kemenangan ataupun kekuasaan, sedangkan ningrat adalah identik dengan derajat yang tinggi atau kaum yang berkuasa dan terpandang sehingga memiliki harta yang berlimpah, misalnya saja keluarga kerajaan.
- Pangastuti
Secara keseluruhan ungkapan kalimat tersebut dapat diartikan bahwa segala angkara murka yang berasal dari adanya keberanian/kesombongan karena mengandalkan kekuatan, kuasa dan harta akan musnah oleh kelembutan cinta kasih. Di dalam kehidupan sehari-hari ungkapan ini sangat jarang digunakan, akan tetapi sering dipakai pada sebuah percakapan dalam kesenian tradisional yang ada di jawa yaitu kethoprak dan wayang orang/kulit, terutama apabila cerita tersebut berkisah tentang perang antara kebenaran melawan keangkara murkaan.
Makna dan tujuan yang saya pahami dari kalimat ungkapan tersebut ada dua, yaitu untuk diri sendiri dan untuk kehidupan bermasyarakat. Untuk diri sendiri dimaksudkan supaya setiap orang sadar bahwa di dalam dirinya ada potensi untuk sebuah kesombongan dan ketidakbenaran sehubungan dengan adanya kekuatan fisik atau pun mental, kekuasaan ataupun jabatan dan kekayaan yang dimiliki. Untuk mencegah munculnya sifat-sifat yang tidak baik tersebut, setiap orang harus memiliki cinta kasih di dalam dirinya yang akan mengalahkan sifat yang tidak baik tersebut. Sedangkan untuk kehidupan bermasyarakat, ungkapan tersebut merupakan sebuah himbauan atau peringatan agar dalam kehidupan bermasyarakat setiap warganya menggunakan hati nuraninya agar tidak merendahkan orang yang lain walaupun sesorang tersebut memiliki kelebihan dalam hal fisik (kuat, cantik, ganteng, dll), jabatan/kekuasaan dan harta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar