Kamis, 03 November 2016

Perasaan cinta berawal karena terbiasa

"witing tresna jalaran saka kulina"
(perasaan cinta berawal karena terbiasa)


Perasaan cinta yang dimaksud pada ungkapan Bahasa Jawa di atas sebenarnya adalah perasaan cinta/suka/sayang dalam arti yang menyeluruh dalam segala hal, bukan sekedar perasaan cinta antara pria dan wanita saja. Memang secara umum dalam memaknai ungkapan tersebut cenderung kepada rasa cinta dalam hubungan antar manusia, akan tetapi hal ini juga juga berlaku terhadap sesuatu yang lain, misalnya saja mencintai suatu pekerjaan, mencintai suatu kegiatan dan lain sebagainya.



Makna dari ungkapan witing tresna jalaran saka kulina ini sangatlah mengakar pada masyarakat Jawa pada kurun waktu yang lalu karena hal ini diajarkan secara turun temurun dan telah menjadi sebuah budaya serta diakui kebenarannya. Sebuah contoh penerapan prinsip tersebut di dalam masyrakat Jawa di masa yang lalu adalah tentang perjodohan. Dengan adanya prinsip tersebut maka didalam menentukan calon suami atau calon isteri tidaklah seperti jaman sekarang dimana orang dapat memilih seseorang yang disukai/dicintai kemudian berpacaran dan seandainya sama-sama sepakat akan dilanjutkan ke dalam sebuah perkawinan. Mungkin boleh dikatakan bahwa pada masa dahulu tidak ada yang namanya "pacaran", tetapi yang ada adalah sebuah perjodohan. Perjodohan yang saya maksudkan adalah orang tua akan mencarikan calon suami atau calon isteri untuk anaknya yang sudah menginjak dewasa dan siap menikah. Biasanya orang tua akan mencari calon untuk anaknya tersebut dari kenalan dan teman-temannya, dengan suatu kriteria yang ada dalam masyarakat Jawa yaitu: bobot, bibit, bebet (suatu saat mungkin akan saya bahas tersendiri).


Dalam hal proses membentuk sebuah rumah tangga atau perkawinan terdapat suatu perbedaan prinsip yang cukup mendasar antara jaman dahulu dengan saat ini. Pada jaman dulu orang melakukan pernikahan terlebih dahulu baru kemudian secara perlahan akan saling mencintai satu dengan yang lain, sedangkan saat ini orang memilih berdasarkan yang diciantai/disukai kemudian baru melangsungkan perkawinan. Dari adanya perbedaan tersebut mungkin akan timbul suatu pertanyaan, "lebih baik yang manakah antara kedua buah prinsip tersebut?" Menurut pendapat saya pribadi, kedua prinsip tersebut sama-sama baik pada masanya. Mengapa demikian? Cobalah kita lihat pada keluarga yang dibentuk dengan perjodohan (mungkin keluarga kakek/nenek) ataupun dari cerita, banyak dari mereka hidup dengan harmonis dan sampai ajal memisahkan, tidak jauh berbeda dengan kondisi dari keluarga yang terbentuk atas dasar cinta terlebih dahulu seperti saat ini.

Selain dalam hal hubungan antar manusia seperti yang sudah dijelaskan dalam paragraf di atas, sebenarnya masih ada hal lain yang ingin disampaikan oleh ungkapan witing tresna jalaran saka kulina tersebut. Ada dua hal yang ingin disampaikan:
  • Untuk hal yang baik dan membangun
Untuk segala sesuatu yang bertujuan baik, benar, berguna, mendidik, positif dan yang sejenisnya, kita harus membiasakan diri untuk selalu melakukannya dengan harapan setelah kita terbiasa melakukan hal-hal yang positif tersebut maka kita akan mencintainya. Pada saat kita sudah mencintai (dalam hal yang baik dan benar), maka kita pastilah akan berusaha untuk mempertahankan apa yang kita cintai tersebut sehingga kita akan otomatis terjaga dari hal-hal yang tidak baik.
  • Untuk hal yang tidak baik
Ini adalah kebalikan dari point yang pertama, dalam hal-hal yang tidak baik kita diingatkan untuk tidak melakukannya agar jangan sampai kita terbiasa dengan hal yang tidak baik tersebut atau bahkan sampai mencintainya, karena akan lebih sulit untuk meninggalkan hal buruk dan kembali kepada yang baik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar