Situs sejarah Ambarketawang ini terletak di Kecamatan Gamping, Kabupaten Sleman, Propinsi DIY, dan kebetulan lokasi tersebut tidak terlalu jauh dari tempat tinggal orang tua saya, kurang lebih 5 km ke arah kota Yogyakarta. Alasan saya menuliskan tentang situs Ambarketawang dan ritual budaya Bekakak dalam blog saya yang berjudul Segala Hal Tentang Kehidupan Jawa adalah karena pada saat saya masih kecil pernah beberapa kali diajak untuk melihat sebuah ritual budaya yang berlangsung di daerah tersebut dan ritual budaya tersebut hanya dilakukan satu kali dalam setahun.
Nama ritual budaya yang saya maksudkan di atas adalah ritual Bekakak yang dilakukan pada setiap bulan Sapar (nama salah satu bulan di dalam kalender masyarakat Jawa) sehingga sering juga dinamakan dengan ritual budaya Saparan. Didalam prosesi ritual ini dilakukan arak-arakan yang cukup panjang sehingga sangat menarik perhatian orang-orang yang melintas di wilayah tersebut karena arak-arakan ini dilakukan melewati jalan utama Jakarta - Yogyakarta (jalur selatan) yang melintas di wilayah tersebut. Arak-arakan Bekakak ini terlihat cukup unik karena pesertanya mengenakan pakaian khas Jawa dan yang diarak adalah sepasang boneka pengantin yang terbuat dari tepung beras ketan dan di dalamnya berisikan cairan gula merah yang seolah adalah darah dari boneka tersebut. Tujuan akhir dari prosesi arak-arakan tersebut adalah sebuah tempat yang dahulunya adalah sebuah bukit kapur (dalam bahasa Jawa, kapur = gamping).Setelah sampai di lokasi bekas bukit kapur tersebut, maka pemimpin upacara akan mengorbankan sepasang boneka pengantin tersebut dengan cara menyembelihnya.
Tujuan dari ritual budaya Bekakak tersebut adalah untuk meminta keselamatan untuk seluruh warga masyarakat di daerah tersebut terutama bagi mereka yang melakukan penambangan batu kapur, dimana pada proses penambangan batu kapur tersebut sering terjadi longsor dan menimbulkan korban jiwa. Ritual budaya ini bermula pada masa pemerintahan Sultan Hamengku Buwana I di Kerajaan Mataram Yogyakarta yang pada waktu itu sempat tinggal di wilayah Ambarketawang yaitu di Pesanggrahan Ambarketawang. Sultan Hamengku Buwana I tinggal di Ambarketawang adalah dalam rangka menunggu selesainya pembangunan Istana Kerajaan Mataram waktu itu. Mengapa Sultan Hamengku Buwana I sampai membuat ritual budaya tersebut? Menurut cerita yang saya dengar, dikarenakan salah satu abdi dalem yang cukup dekat dengan beliau ikut menjadi korban longsoran dari gunung kapur tersebut sehingga Sultan Hamengku Buwana I menjadi sangat prihatin akan hal tersebut dan mencari cara untuk menghindarkan warga masyarakat yang bekerja sebagai penambang batu kapur agar tidak menjadi korban lagi. Maka diciptakanlah ritual budaya Bekakak sebagai perwujudan permohonan kepada Tuhan untuk keselamatan para penambang batu kapur dan masyarakat di sekitar lokasi gunung kapur tersebut.
Pesanggrahan Ambarketawang pada saat ini hanya menyisakan bekas-bekas bangunan yang sudah tidak utuh lagi sehingga sudah tidak terlihat lagi bahwa pada jaman dahulu tempat tersebut sempat menjadi tempat tinggal seorang Raja Kerajaan Mataram dan sebagai pusat pemerintahan untuk sementara waktu. Demikian yang saya ketahui dari situs sejarah Ambarketawang dan ritual budaya bekakak yang masih ada sampai saat ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar